Kekuatan Kata “Man Jadda Wa Jadda”. Sinopsis Negeri 5 Menara

Judul buku              : Negeri 5 Menara

Penulis                   : Ahmad Fuadi

Penerbit                 : PT Gramedia Pustaka

Tahun Terbit          : 2009

Tebal buku             : 416 hlm

Mengisahkan pertemuan Alif dengan 5 santri yang memiliki impian berbeda-beda. Pada awal cerita Alif, Raja, Baso, Atang, Dulmajid dan Said mereka kembali dipertemukan. Alif, pemuda yang lahir di Desa Bayur, Maninjau Sumatera Barat ini sangat diharapkan orang tuanya menjadi guru agama. Tentu ini adalah sebuah harapan yang baik, seorang ibu menginginkan anaknya menjadi orang terhormat di desanya.

Namun, Alif memiliki cita-cita sendiri untuk merantau karena ia tidak ingin selamanya hidup di kampung halamannya. Ia ingin melihat bagaimana indahnya dunia luar dan bisa sukses layaknya tokoh-tokoh pada buku yang dibaca serta cerita teman-temannya. Meski demikian, orang tuanya tetap menginginkan Alif tinggal di kampung menjadi guru agama. Berkat pamannya yang bernama mak Etek, Alif pun merantau ke Pondok Madani yang terletak di Gontor, Jawa Timur.

Pada hari pertama di pondok, ia sangat terkesima dengan kalimat “Man jadda wajada” yang artinya barang siapa yang bersungguh-sungguh, ia pasti bisa. Alif mengenal Raja, Baso, Atang, Dulmajid dan Said. Mereka berlima memiliki kebiasaan yang unik, setiap menjelang maghrib di bawah menara masjid mereka memandang langit membayangkan impian masing-masing. Alif menyebut awan sebagai benua Amerika yang ingin dikunjungi setelah lulus. Hal yang sama juga terjadi pada teman-temannya yang melihat awan seolah-olah adalah negara Mesir, Arab Saudi dan benua Eropa. Setelah melalui lika-liku di pesantren, akhirnya usai lulus mereka bertemu lagi di London. Mereka bernostalgia dan telah membuktikan impian dan cita-cita yang dulu dilukis saat berdiri di bawah menara masjid.

Belajar di pesantren memberi warna bagi kehidupan Alif. Ia sadar anggapannya selama ini salah tentang dunia pesantren yang konservatif, kampungan dan kuno. Di pesantren justru menjunjung tinggi kedisiplinan sehingga terbentuk santri-santri yang berkomitmen dan bertanggung jawab. Selain itu, para santri juga ditanamkan “Man jadda wa jadda” sebagai kata-kata ajaib mereka.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *